Rasulullah adalah guru dan pendidik ummatnya. Pertanyaan dari siapapun pasti dijawab dengan sungguh-sungguh. Hebatnya, setiap jawabannya selalu pas dengan keinginan si penanya.
Pada hadits di atas Rasulullah memberikan jawaban yang aplikatif sekali. Iman yang merupakan pekerjaan hati diungkapkan Rasulullah dengan sederhana sekali, yaitu bila suatu kebaikan menjadikan seseorang gembira dan keburukan menjadikannya susah, maka orang tersebut dapat digolongkan beriman.
Dengan jawaban ini semua orang bisa mengukur dirinya sendiri. Setiap Muslim bisa tahu, apakah sekarang kondisi imannya sedang naik atau turun. Jika berkali-kali melakukan kesalahan tetap merasa aman-aman saja, itu indikasi iman berada di ambang bahaya. Orang yang koreksi akan segera beristighfar, bertaubat, kemudian memperbaiki diri.
Suatu hari mungkin saja ada perasaan berat untuk melaksanakan kebaikan. Ibadah terasa berat, membaca al- Qur'an menjadi mudah ngantuk, sementara jika memeloti TV tahan berjam-jam. Ketika datang waktu shalat, disambutnya dengan malas-malas. Waktunya molor-molor hingga batas akhir. Konsentrasi jauh berkurang, persiapan seadanya, dan waktu shalat dipersingkat. Selesai shalat terus ngeloyor pergi, tanpa berdzikir dan shalat sunnat. Jujur saja bahwa kita semua pasti pernah mengalaminya.
Itulah dinamika iman. Ada saatnya pasang, ada waktunya turun. Ketika iman sedang naik, semua kebaikan menjadi gampang dan ringan. Sebalik-nya, ketika iman sedang surut, semua ibadah menjadi susah.
Setiap muslim diwajibkan untuk selalu mengoreksi dirinya sendiri (self correcting). Menghisab segala amal yang dikerjakan dalam keseharian merupakan keharusan yang tak boleh diabaikan. Rasulullah berpesan, "Periksalah dirimu sebelum diperiksa (Allah di hari qiamat)."
Rasulullah memberikan ukuran yang sangat sederhana, 'anda tetap tercatat sebagai mukmin jika kebaikan menjadikan anda gampang dan keburukan menjadikan anda susah.'
Ciri mukmin adalah mencintai kebaikan dan membenci keburukan, apapun jenisnya, berat atau ringan. Seorang muslim tentu berusaha sekuat tenaga untuk menghindari yang haram, juga yang makruh, termasuk yang syubghat. Bila belum nyata kehalalannya, ia tak gegabah melakukannya, sebab ada perasaan dosa yang selalu menghantuinya. Bila tidak demikian, bisa dipertanyakan keimanannya. Mungkin sedang turun atau malah sedang menghilang.
Santri yang kritis ini sungguh benar. Semestinya semua pekerjaan yang mengundang kebencian Tuhan harus dihindari, sekecil apapun perbuatan itu. Merokok adalah contoh sederhananya. Jika jelas-jelas makruh, kenapa tetap digemari? Rasulullah bersabda: "Jangan memandang kecil kesalahan (dosa) tetapi pandanglah kepada siapa yang kamu durhakai." (HR. Ath-Thusi).
Seorang muslim yang jujur dan beriman punya keistimewaan, yaitu memiliki perasaan suka-cita bila diberi kekuatan melaksanakan kebaikan, tapi sebaliknya merasa bersalah dan sempit dadanya bila melakukan pelanggaran. Ia memandang pelanggaran sebagai suatu kedurhakaan dan pengkhianatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Karenanya bila telanjur melakukannya, ia segera bertaubat dan berjanji tidak akan mengulanginya. Allah berfirman: "Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat kepada Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan, mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (QS. Ali Imraan:135).
0 comments: